Tugas Bahasa Indonesia Membaca Biografi Tokoh dari Guru kami tercinta : Sofia Widiyawati
Add caption |
J.K. Rowling (Joanne Kathleen
Rowling), seorang wanita seperti yang kita kenal adalah pencipta novel Harry
Potter. Nama aslinya adalah Joanne Rowling dan akrab dengan nama panggilan Jo.
Ia lahir pada akhir Juli tanggal 31 tahun 1965 di Rumah Sakit Umum Chipping
Sodbury, Inggris. Ia adalah anak dari pasangan Peter Rowling dan Ann Rowling
yang perekonomiannya cukup mampu. Ayahnya adalah seorang manajer pabrik pesawat
terbang, sedangkan ibunya bekerja sebagai Teknisi Laboratorium. Dua tahun
setelah kelahiran Jo, orangtuanya melahirkan seorang anak perempuan bernama
Dianne Rowling. Di adalah adik perempuan Jo, dia adalah sosok penting yang
pertama kali mendapat kesempatan menikmati cerita-cerita yang di tulis Jo.
Ketika Jo berumur 6 tahun, dia bercerita tentang kelinci kepada Di. Kelinci
ciptaan Jo masa itu bernama Rabbit dan lebah raksasa bernama Miss Bee. Ia
bercerita kepada adiknya bahwa suatu hari, Di bermain di kebun dan terperosok
ke dalam lubang kelinci. Ternyata kelinci itu ramah bahkan memberi makan Di
buah Strawbery oleh keluarga kelinci.
Si kecil Jo sudah menampakkan
kelebihannya, yaitu memiliki kemampuan dengan inspirasinya yang luar biasa.
Orangtuanya bukannya tak menyadari betapa istimewanya imajinasi anaknya,
orangtuanya sering membacakan buku untuknya sejak usia dini. Sebagai anak kecil
pada umumnya, Jo melakukan banyak hal lain selain menulis selama masa mudanya.
Membaca dan bermain adalah kegiatan favoritnya. Dan hal yang jarang di temui
adalah bila orangtuanya tidak melihat batang hidungnya dibalik sebuah buku.
Jo dan keluarganya pindah ke kota
kecil di Winterbourne. Orangtuanya memutuskan bahwa mereka membutuhkan rumah
yang lebih besar. Jo sangat cepat beradaptasi, disana Jo berteman dengan kakak
beradik bernama Ian dan Vikki Potter. Sejak saat itu, Jo jatuh cinta pada nama
mereka, “Potter”. Dan itulah salah satu
alasan persahabatan mereka. Pada tahun 1973 di Winterbourne ketika Jo berumur 8
tahun, Jo dan Di membiasakan diri bermain bersama temannya termasuk Ian dan Vikki
Potter, mereka senang bermain sihir-sihiran.
Tidak lama setelah Jo berumur
9 tahun, orangtuanya memutuskan untuk pindah lagi ke desa kecil bernama
Tutshill dan meninggalkan sahabat-sahabatnya di Winterbourne termasuk Ian dan
Vikki Potter. Di Tutshill ada Sungai Wye dan ladang-ladang di sekeliling. Jo
dan Di sangat cepat beradaptasi dengan lingkungan barunya. Jo adalah anak yang
suka bergaul, dan dengan segera berteman dengan anak di lingkungan tempat
tinggalnya. Di usianya yang masih sangat muda, Jo telah membaca novel-novel
James Bond karya Ian Fleming. Akhirnya dia menemukan novel karya Jane Austen.
Jo mengaku bahwa penulis favoritnya adalah Jane Austen.
Jo akhirnya pindah sekolah di
Tutshill Primary. Disana Jo memiliki seorang guru bernama Mrs. Morgan. Dia
adalah tipe guru yang kaku, tidak suka omong kosong, dia mengajar Matematika
yang tampaknya tak cocok bagi Jo. Mrs. Morgan menganggap dia sebagai siswa yang
bodoh sehingga dia di tempatkan di
tempat duduk barisan kursi paling kanan di kelas. Jo menyadari posisi duduknya
itu adalah barisan anak-anak bodoh. Menjelang akhir semester, Jo berhasil
membuktikan pada Mrs. Morgan bahwa dia salah menempatkan Jo di barisan kanan.
Jo berhasil mencetak prestasi. Jo mendapatkan kembali kepopulerannya dan
mempertahankannya selama di Tutshill dengan tenang. Nilai-nilainya tetap bagus,
tapi dia tetap menjadi anak pemalu, dengan sedikit teman dekat. Sedangkan
menulis tetap menjadi hasratnya.
Jo berhasil lulus dengan
Tutshill dan segera meneruskan ke Sekolah Menengah Wyedean yaitu Wyedean
Comprehensive. Dia sedang mengalami masa pubertas, kepercayaan dirinya selama
di Tutshill menghilang seketika selama tahun pertamanya di Wyedean. Hal itu
membuatnya merasa tidak aman. Kulitnya menjadi berbintik-bintik dan yang lebih
buruk dia juga harus memakai kacamata.
Tetapi Jo berhasil menemukan
tempatnya di Wyedean. Jo menemukan teman yang sesama pendiam dan tidak terlalu
populer tetapi cerdas untuk saling berbagi. Dia masih terus menulis dan
akhirnya merasa cukup percaya diri untuk mengambil resiko dengan membacakan
beberapa dari ceritanya kepada teman-temannya. Jo suka membuat cerita superhero
diman dia dan teman-temannya lah yang menjadi superhero. Suatu hari ada sebuah
kejadian memalukan yang mengakibatkan tangannya retak. Peristiwinya terjadi
saat dia sedang bermain olahraga yang tidak melibatkan kontak dengan orang lain
yaitu Bola Net.
Suatu ketika, Jo yang pendiam
terlibat perkelahian dengan anak paling nakal di kelasnya. Anak itu memukul Jo
lebih dahulu dan baginya dia harus balas memukulnya. Segera dia kembali menjadi
seorang gadis penakut dan selama berminggu-minggu mengintip setiap pojok karena
ketakutan kalau dia akan diserang tiba-tiba.
Seiring usianya bertambah,
dia mulai menjadi lebih tenang. Hubungan dengan Di tetap dekat. Jo selalu
memanfaatkan Di sebagai orang pertama untuk mendengar cerita-cerita yang terus
di hasilkan. Di sekolahya dia terpilih menjadi Head Girl. Tugas seorang Head
Girl untuk mengajak wanita bangsawan yang berkunjung ke sekolahnya berkeliling.
Hal yang ditakutinya sebagai Head Girl adalah berpidato di depan warga sekolah.
Jo menyelesaikan pendidikannya di Wyedean dengan penghargaan tertinggi. Para
guru meramalkan masa depan cemerlang baginya. Dia tahu, jauh didalam lubuk
hatinya, dia memiliki harapan dan cita-citanya sendiri menjadi seorang Penulis.
Jo adalah anak yang berbakti
kepada orangtuanya. Dia harus melanjutkan kuliah di Exeter University yang
bukan menjadi keinginannya untuk menekuni bahasa Perancis, jurusan yang sama
sekali bukan minatnya. Itu atas dasar pilihan orangtuanya. Mereka menginginkan
agar Jo kelak menjadi Sekretaris Dwibahasa. Jo telah dewasa, dibandingkan
masa-masa penyesuaiannya di Wyedean, ternyata adaptasi Jo di Exeter lebih
mulus.
Tahun-tahun Jo di Exeter
dapat dianggap produtkif. Jo menemukan bahwa dirinya dapat menguasai bahasa
Perancis dengan mudah dan baginya itu sangat melegakan. Disamping itu, dia
masih terus menulis dan menulis menuangkan segala imajinasinya. Tapi, hingga
saat itu dia tetap kurang percaya diri untuk mengirimkan karya-karyanya ke
penerbit. Ketika meminta penilaian dari teman, dia bahkan merendahkan nilai
cerita-ceritanya saat ada teman yang menyatakan bahwa cerita-ceritanya bagus.
Jo lulus dari Exeter
University. Musim panas tahun 1990 ia berhasil bekerja menjadi Sekretaris
Dwibahasa. Dia juga berhasil menguasai bahasa Perancis. Menjadi Sekretaris
sangat membosankan, dia tak pernah mendengarkan rapat-rapat. Dia sibuk sendiri
dengan mencorat-coret pinggiran kertas tentang cerita-cerita terbarunya yang
seharusnya ia harus menulis hasil rapat. Sehingga belakangan dia di pecat.
Berbagai macam pekerjaan telah dilakukannya namun sepertinya tidak cocok. Dia
tetap pada pendirian bahwa dia ingin menjadi seorang Penulis.
Tetapi Jo tidak akan
mengambil resiko untuk mencapai cita-cita tertingginya itu. Jo mencari
pekerjaan. Dan lowongan itu ada di Manchester tepatnya Manchester Chamber of
Commerce. Dia bekerja disana penuh rutinitas setiap hari menyiapkan surat
menyurat yang baginya tidak kreatif. Dia tinggal di London dan harus naik
kereta bolak-balik dari Manchester-London.
Suatu hari sewaktu pulang ke
London, keretanya tiba-tiba berhenti. Terjadi semacam kerusakan mekanis 4 jam
lamanya. Waktu seperti itu sangat menguntungkan bagi Jo, karena akan jadi waktu
untuk mengerjakan kesenangan Jo yaitu membaca atau menulis. Dia hanya memandang
keluar jendela, memusatkan perhatian pada sekelompok sapi yang sedang merumput.
Tentu sapi bukan subyek yang paling membangkitkan inspirasi. Tiba-tiba sketsa
laki-laki kurus, kering dan berkaca mata muncul jelas di kepalanya. Gagasan
tentang Harry dan sekolah sihir sangat jelas. Jo terpesona dengan penglihatan
yang baru saja dia dapatkan. Dia yang senang membuat nama-nama unik kemudian
duduk diam dan bermain-main dengan pikirannya tentang karakter, nama-nama lucu
dan kemungkinan jalan cerita. Ketika kereta telah memasuki Stasiun King’s
Cross, Jo sangat bersemangat dan cepat-cepat pulang untuk menuliskan
konsep-konsep awal sebelum terlupakan.
Pandangan dan imajinasi Jo
berkembang sangat luas sejak pertama kali bertemu Harry. Berlembar-lembar
gagasan tentang cerita Harry Potter yang akan dibuatnya tersimpan dalam sebuah
kotak. Jo masih bertahan dengan pekerjaannya di Manchester Chamber of Commerce.
Namun musibah demi musibah mulai di derita Jo, ibunya yang menderita Multiple
Sclerosis (gangguan tulang belakang yang menyebabkan kelumpuhan) meninggal
dunia pada tahun 1990 di usianya yang ke 45. Jo sangat sedih, dia tidak
menyangka bahwa penyakit itu begitu cepat merenggut nyawa ibunya. Jo semakin sedih
ketika beberapa hari setelah ibunya meninggal, ayahnya memutuskan untuk menikah
lagi dengan wanita bernama Barbarra. Jo merasa sangat bersalah karena dia tidak
berada di samping ibunya di saat-saat terakhir. Penyesalan terdalam Jo adalah
bahwa dia tidak pernah membiarkan ibunya membaca cerita Harry.
Hidup Jo kacau, meninggalnya
sang ibu merupakan pukulan berat baginya. Tidak lama setelah itu Jo kehilangan
pekerjaannya di Manchester Chamber of Commerce. Dia baru saja menginjak usia 26
tahun, tetapi hatinya mulai terbagi. Dia memendam perasaan bersalah karena
tidak bisa menjadi seperti orang lain, bekerja secara normal, berkeluarga dan
hidup bahagia. Di sisi lain, dia masih enggan meninggalkan impiannya sebagai
seorang Penulis. Kemudian timbul dalam hatinya bahwa ia ingin sekali menjadi
seorang guru.
Pada September 1990, Jo pamit
kepada ayah dan adiknya Di untuk pergi ke Oporto, Portugal. Di sana ia menjadi
guru bahasa Inggris. Akhirnya, Jo betah juga di Oporto, dia terus melanjutkan
cerita Harry, tokoh-tokoh dan karakter lainnya telah ia ciptakan. Kesedihannya
selama ini berkurang berkat pertemuannya dengan Harry. Menulis Harry Potter,
meski harus menghadapi sekian banyak hambatan dan tantangan, memberi
kegembiraan terus menerus bagi Jo. Hal itu berubah ketika Jo mulai Jatuh Cinta.
Jo bertemu dengan seorang wartawan televisi terkenal. Dia tampan dan berkulit
gelap, namanya Jorge Arantes. Jo mengetahui bahwa Jorge cerdas, sensitif dan
tertarik pada Jo. Dalam hitungan bulan pertemuan mereka, Jo dan pacarnya menikah.
Dua tahun pertamanya menikah, hubungan mereka berjalan baik. Namun pelan-pelan
hubungan ini tambah rumit, karena Jorge yang setiap seharian full kerja dan Jo
yang sibuk menulis cerita Harry.
Pada tahun 1992, Jo hamil. Jo
berharap kehadiran bayi itu di rumahnya akan membantu memperbaiki hubungan
dengan suaminya yang telah memasuki masa-masa lebih sulit. Jorge tidak
menunjukkan sikap manis yang dia dapatkan sewaktu pertama bertemu. Sikap Jorge
mulai berbeda, Jo sering menangis, dia seringkali tenggelam dalam depresi.
Akhirnya tahun 1993 ia melahirkan bayi
mungil yang diberi nama Jessica. Sayangnya, kelahirannya tidak memperbaiki
hubungan dengan suaminya. Dalam beberapa minggu setelah itu, Jo dan suaminya
resmi bercerai.
Di tengah depresinya, Jo
menerima telepon dari Di yang sekarang telah dewasa. Dia menyarankan agar
pindah ke Edinburgh, Skotlandia. Perjalanannya ke Edinburgh panjang dan sepi,
dia bahagia berada di dekat adiknya meskipun tidak seatap. Beruntung ada seorang
bernama Sean yang memberi Jo sejumlah pinjaman sewa “Flat Kumuh”. Jo merasa
beruntung dengan adanya atap yang menaungi kepalanya dan anaknya yang baru
berusia 3 bulan itu. Tetapi impiannya sekarang menjadi lebih rumit dengan
adanya sebuncah kebahagiaan yang tertidur di tempat tidur bayinya, Jessica. Ketika
Natal tiba, dia tidak memilik uang untuk membeli hadiah untuk putrinya.
Suatu sore kala turun hujan,
Jo mengunjungi Di. Dia mengenang kisah bertahun-tahun silam ketika dimasa
kecilnya Jo sering bercerita tentang seekor kelinci kepada Di. Spontan dan
antusias, Jo mulai bercerita Harry Potter kepadanya empat bab pertama. Di
terhanyut dalam cerita Harry Potter dan memaksa kakaknya untuk menunjukkan
tulisannya, Di benar-benar tertawa saat itu.
Respon Di sungguh membesarkan
hati Jo yang telah kembali menumbuhkan kepercayaan dirinya. Hari demi hari
berlalu, masa-masa itu adalah yang terburuk dalam kehidupannya. Dia miskin dan
dapat menyambung hidup hanya dari dana sosial. Dia sering kali tidur malam
dalam keadaan lapar. Dia tetap melanjutkan cerita Harry. Sebagai ibu muda dia
sangat kesulitan untuk menulis, maka dia akan menidurkan Jessica di keretanya,
ketika bayinya tertidur, dia buru-buru menulis di tempat favoritnya, Cafe kumuh
bernama Cafe Nicholson. Meskipun tempat itu bukan tempat menemukan inspirasi
yang menakjubkan. Periode itu, sekitar 6 bulan bukanlah dunia yang sempurna
bagi Jo. Jo berada pada titik terendah hidupnya.
Tahun 1994, cerita Harry
telah selesai sempurna. Yang dia perlukan adalah mencari agen agar bisa membuat
karyanya diterima oleh penerbit buku. Dia memperbanyak naskahnya, karena biaya
fotocopy bukunya yang sampai 80.000 kata sangat mahal baginya, akhirnya dia
menuliskan ulang dengan pensil-pensil bekas yang dapat ia temukan di jalanan. Jo
akhirnya memperoleh bantuan dari Dewan Seni Skotlandia, sebuah institusi yang
menyadari bahwa fiksi anak sama pentingnya dengan fiksi dewasa. Jo mengajukan
permohonan, dia memperoleh bantuan sebesar 8000 Pound dan itu membuatnya
beruntung. Depresinya tampaknya telah
pergi walaupun cerita Harry belum diterbitkan.
Akhirnya dia menemukan
seorang agen bernama Christopher Little. Pada tahun 1995, Jo mengirimkan naskah
bab pertama kepadanya. Suatu hari, sepucuk surat datang dari Little bahwa
tulisannya akan segera di terbitkan dan akan segera di carikan penerbit.
Setelah bertemu Little langsung, Jo mengetahui bahwa Little juga terkesan
dengan cerita Harry.
Namun sikap positif Little
belum merupakan jaminan apakah naskah itu akan di terbitkan. Jo hanya bisa membeli
mesin ketik tua untuk memperbanyak naskahnya. Naskah-naskah itu di tolak oleh 3
Penerbit. Little tetap meyakinkan bahwa penerbit yang menolak Harry itu terlalu
bodoh untuk memahaminya. Penerbit mungkin beranggapan bahwa cerita Harry
terlalu bertele-tele dan membosankan.
Akhirnya pada Juni 1996,
Barry Cunningham, kepala editorial penerbit buku anak Bloomsbury membeli hak
penerbitan naskah Harry. Hati Jo berbunga-bunga ketika buku Harry Potter yang
pertama akan di terbitkan pada Juni 1997. Sebelum novelnya diterbitkan, pihak
Bloomsbury menyarankan Jo agar menambah partikel namanya, dan di usahakan
terdengar seperti nama laki-laki, karena pembaca laki-laki tidak akan menyukai
karya seorang wanita. Jo pun setuju dan menambahnya dengan nama ‘Kathleen’, nama
yang di sukai neneknya. Dan akhirnya terciptalah nama Joanne Kathleen Rowling
atau J.K. Rowling. Akhirnya Harry Potter and The Philosopher’s Stone, Jo
sukses. Banyak orang menyukai cerita Harry. Keinginannya agar bukunya terpajang
di toko-toko buku telah tercapai.
Suatu malam Little
berulang-ulang kali menelpon bahwa terjadi pelelangan di New York yang di
hadiri Penerbit-penerbit ternama untuk membeli hak penerbitan novel Harry
Potter. Pelelangan tersebut di menangkan oleh Penerbit Scholastic yang
membelinya dengan 1.000.000 Dollar. Malam itu Jo tidak bisa tidur, dia takut
sekaligus bahagia mendengar semua itu. Maka di Flat kumuh yang masih di
tinggalinya itu ia memeluk Jessica. Jo telah sukses dan segera saja ia menjadi
orang kaya. Sekuel-sekuel akan segera menyusul di tahun-tahun berikutnya.
Novel-novel Harry Potter banyak meraih prestasi di berbagai event-event
bergengsi. Penulis-penulis ternama banyak yang memuji karya-karya Jo, bahwa Jo
sangat piawai dalam merangkai sebuah plot, tokoh-tokohnya serasa hidup dan
biasanya ketika membuka dan membaca novelnya akan sulit menutupnya hingga
ceritanya selesai terbaca.
Jo tetap menjadi orang yang
rendah hati, walaupun tentang kepribadiannya banyak di plesetkan oleh para
wartawan, Jo tetap tegar. Dia tahu bahwa dia harus menulis dan tetap harus
menulis.Kekayaan Jo semakin berlimpah ketika pada tahun 2000, Warner Bross
membeli hak agar Novel Harry Potter di layar lebarkan. Pada tanggal 26 Desember
2001, Jo menikah dengan Dr. Neil Murray dan bahagia bersama keluarga kecilnya.
“Sepanjang tahun 1995-1998, catatan-catatan kisah Harry
Potter di atas kertas tisu murahan, mengalami transfigurasi menjadi novel
best-seller di seluruh dunia. Nasib Joanne Kathleen Rowling juga mengalami
perubahan dahsyat. Perempuan yang menjadi orangtua tunggal bagi Jessica itu
tidak lagi berkubang di lumpur kemiskinan. Ia menjadi idola di seluruh dunia
bersama Harry Potter ciptaannya.”
“Aku menulis untuk diri
sendiri. Aku rasa tak seorangpun akan menikmati buku ini lebih dari yang
kurasakan saat membacanya.”__ J.K. Rowling.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar