BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia
telah merdeka selama 69 tahun sejak dibacakannya teks proklamasi kemerdekaan
oleh Ir. Soekarno pada tahun 1945 silam. Kemerdekaan Indonesia merupakan masa
ketika seluruh kesengsaraan yang dialami oleh masyarakat selama kurang lebih
3.5 abad telah berakhir. Indonesia dijajah oleh negara yang paling berpengaruh
yaitu Belanda dan Jepang. Masyarakat tertindas dan teraniaya dengan sangat
pedih pada masa itu.
Pada
perkembangan zaman yang semakin modern, masyarakat saat ini justru mengalami
krisis identitas. Karakter yang mencerminkan bangsa Indonesia lambat laun
menjadi terkikis oleh modernisasi. Banyak masyarakat terutama remaja tidak
paham mengenai sejarah bangsa beberapa tahun silam. Meningkatnya
program-program televisi maupun media cetak seperti sinetron dan idola-idola
luar negeri yang tidak jelas yang banyak digemari oleh kaum remaja menunjukkan
bahwa remaja Indonesia saat ini sedang mengalami kehilangan jati diri.
Seiring
perjalanan waktu bangsa terasa semakin rusak, hura-hura, dan kriminal
dimana-mana. Tidak terkecuali untuk kaum remaja juga masuk dalam jajaran
masyarakat yang semakin rusak. Mereka meniru hal-hal yang tidak pantas yang
mereka lihat dari idola yang mereka kagumi. Berpakaian, berdandan, dan
bertingkah seperti apa yang diidolakannya.
Krisis
karakter yang dialami bangsa saat ini disebabkan kerusakan individu-individu masyarakat
yang terjadi secara kolektif sehingga terbentuk budaya/kebiasaan. Budaya inilah
yang telah menginternal dalam sanubari masyarakat Indonesia dan menjadi
karakter bangsa (Deni Hardianto, 2010). Masyarakat Indonesia seakan kehilangan
prinsip dan tujuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, konsep Bhineka
Tunggal Ika lama-lama ditinggalkan dan mulai luntur dari jiwa generasi
sekarang.
BAB II
LANDASAN TEORI
Jati diri merupakan hal yang
menunjukkan atau mencerminkan kepribadian setiap orang, yang menjadi ciri khas
sehingga orang lain dapat mengenal dirinya melalui kepribadiannya tersebut.
Jati diri ada untuk menunjukkan bahwa setiap individu satu dengan yang lain
memiliki identitas sehingga tidak ada individu yang memiliki sifat identik
dengan individu lain, tidak terkecuali anak kembar sekalipun. Tanpa jati diri,
manusia tidak dapat melangsungkan hidup sebagai makhluk sosial yang
berinteraksi dengan orang-orang di sekitarnya.
Karakter merupakan hal
yang didasarkan pada baik atau buruk sebuah perilaku. Karakter dapat diartikan
watak atau sifat. Menurut Wanda Chrisiana, Karakter seorang individu terbentuk
sejak dia kecil karena pengaruh genetik dan lingkungan sekitar. Proses
pembentukan karakter, baik disadari maupun tidak, akan mempengaruhi cara
individu tersebut memandang diri dan lingkungannya dan akan tercermin dalam
perilakunya sehari-hari. Menurut Quraish Shihab, Karakter merupakan himpunan pengalaman,
pendidikan dan lain-lain yang menumbuhkan kemampuan di dalam diri kita, sebagai
alat ukir yang mewujudkan pemikiran, sikap dan perilaku antara lain akhlak
mulia dan budi pekerti luhur.
Jati diri bangsa merupakan nilai luhur budaya bangsa yang
oleh para pendiri bangsa dirumuskan sebagai Pancasila. Sebagai nilai luhur
budaya bangsa, nilai-nilai Pancasila harus teraktualisasikan dan menjiwai
perilaku segenap anak bangsa pada kesehariannya dalam kehidupan bermasyarakat
berbangsa dan bernegara. Jati diri bangsa tidak terbentuk dengan sendirinya,
melainkan melalui sebuah proses dan perjuangan yang panjang (Magdalia Alfian,
2013). Bangsa Indonesia berjuang untuk menemukan jati dirinya sebagai bangsa
yang merdeka dan memiliki suatu prinsip yang tersimpul dalam pandangan hidup
serta filsafat hidup, di dalamnya tersimpul ciri khas, sifat karakter bangsa
yang berbeda dengan bangsa lain. Oleh para pendiri bangsa kita dirumuskan
secara sederhana namun mendalam yang meliputi lima prinsip dan diberi nama
Pancasila (Novriagara D.H., 2011).
A.
Studi
Kasus
Meningkatnya
popularitas budaya popular Korea di dunia internasional banyak mempengaruhi
kehidupan masyarakat dunia, tidak terkecuali masyarakat IndonesiaAkhir-akhir ini,
Indonesia didatangi oleh idola baru yang telah membius remaja-remaja terutama
wanita, yaitu artis dan grup boyband Korea bernama Super Junior. Remaja
tergila-gila dengan segala yang berkaitan dengan Kpop khususnya Super Junior.
Tidak jarang mereka mengoleksi barang atau lagu yang berkaitan dengan idola
mereka. Tidak terkecuali juga dengan cara berpakaian dan cara bicara yang idola
mereka gunakan.
Super
Junior sendiri merupakan salah satu grup boyband yang datangnya dari Korea.
Grup ini mulai mendapatkan popularitasnya pada tahun 2010. Selain itu, Super
Junior juga memiliki nama untuk para fans-nya yaitu Elf. Remaja Indonesia Elf
seakan tidak ingin tahu tentang apa yang akan berdampak apabila terlalu fanatik
dengan idolanya. Mereka sibuk dengan urusannya demi memuaskan rasa rindunya
kepada artis Kpop yang diidolakan.
Melalui
media terutama Internet, remaja yang terbius dengan Kpop mecari-cari informasi
tentang Kpop, mengoleksi foto-foto dan videonya. Fans Kpop
dianggap selalu bersikap
berlebihan, gila, histeris, obsesif, adiktif, dan konsumtif
ketika mereka sangat gemar
menghambur-hamburkan uang untuk membeli merchandise
idola maupun mengejar idola hingga ke belahan dunia manapun. Stereotip tersebut salah
satunya dapat dilihat
di dunia maya (Pintani Linta T., 2010). Mereka
memiliki sarana yang menghubungkan diri mereka dengan Elf yang lain melalui Fanpage atau Facebook. Saling bertukar gosip yang sedang hangat dibicarakan.
Kemudian mereka terkadang senang ketika idola mereka sedang bahagia dan
menangis ketika idola mereka tertimpa musibah. Selain itu, para remaja tidak
menyukai bahkan membenci seseorang yang secara sengaja atau tidak sengaja
mencaci idola mereka.
Remaja
Indonesia saat ini seakan terbius oleh kedatangan artis Kpop. Tidak jarang
berbagai pihak menggelar konser dengan mendatangkan artis Kpop yang membuat
para remaja semakin tergila-gila. Uang jutaan rupiah rela mereka keluarkan demi
melihat konser Kpop yang akan segera digelar. Mereka menangis haru dan
histeris. Tak peduli walaupun
berdesakan, antri berjam-jam demi mendapatkan tiket menuju konser.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Kearifan
Lokal
Kearifan
lokal sering juga disebut sebagai kebijakan setempat, pengetahuan setempat atau
kecerdasan setempat. Secara umum kearifan local diartikan sebagai pandangan
hidup dan pengetahuan serta berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas
yang dilakukan oleh masyarakat local dalam menjawab berbagai masalah dalam
memenuhi kebutuhan mereka yang meliputi seluruh aspek kehidupan seperti agama,
ilmu pengetahuan ekonomi, teknologi, organisasi sosial, bahasa serta kesenian.
Dapat juga berupa tradisi, petatah-petitih atau semboyan hidup (Magdalia
Alfian, 2013).
Kearifan
lokal merupakan kekayaan budaya masyarakat suku bangsa yang memiliki potensi
sebagai pembentuk karakter bangsa. Kearifan lokal di setiap daerah dapat
dilihat tata karma, disiplin, kesetiaan dan rasa hormat yang berlaku di daerah
tersebut. Selain itu, budi pekerti yang tinggi menjadi salah satu ukuran
martabat seseorang.
B.
Dampak
Terlalu Fanatik Terhadap Idola
Budaya
Korea berkembang begitu pesatnya hingga meluas dan diterima publik dunia,
sampai menghasilkan sebuah fenomena demam budaya Korea ditingkat global, yang
diistilah Korean Wave. Korean Wave adalah sebuah istilah yang
diberikan untuk tersebarnya budaya Pop Korea atau gelombang Korea secara global
di berbagai negara di dunia termasuk negara Indonesia, atau secara singkat
mengacu pada globalisasi budaya Korea. Di Indonesia saat ini, fenomena
golombang Korea melanda generasi muda terutama remaja Indonesia yang umumnya
menyenangi drama atau disebut K-Drama dan Musik Pop korea atau yang lebih
dikenal dengan Kpop (Nastiti, dalam Sella Ayu P, 2013).
Fanatisme
merupakan fenomena yang sangat penting dalam budaya modern, pemasaran, serta
realitas pribadi dan di sosial masyarakat, hal ini karena budaya sekarang
sangat berpegaruh besar terhadap individu dan hubungan yang terjadi di diri
individu menciptakan suatu keyakinan dan pemahaman berupa hubungan, kesetian,
pengabdian, kecintaan, dan sebagainya (Seregina et al, dalam Sella Ayu, 2013). Dampak yang ditimbulkan akibat
terlalu fanatik terhadap seorang yang diidolakan adalah:
1. Mengikuti
kebiasaan artis-artis yang diidolakan
2. Stres
dan depresi akibat tidak dapat bertemu langsung dengan sang idola
3. Kehilangan
jati diri, dan sebagainya.
C.
Membangun
Jati Diri dan Karakter Bangsa
Dalam
kasus yang disebutkan di atas, remaja Indonesia sedang mengalami krisis identitas.
Mereka sama sekali tidak tahu apa dan seperti apa seharusnya jati diri bangsa
Indonesia karena mereka dibutakan oleh Kpop yang datangnya dari Korea. Untuk
itu, jati diri dan karakter remaja perlu dibangun yaitu melalui :
1. Keluarga
Keluarga
menjadi yang paling penting untuk membangun karakter. Keluarga terutama
orangtua merupakan pihak yang paling berpengaruh dalam proses pembangunan
karakter, karena seseorang sejak lahir sering kebiasaan orangtua mereka.
Sehingga melalui orangtua merupakan awal yang harus dilakukan untuk pembangunan
karakter.
2. Sekolah
Pendidikan
menjadi salah satu sarana dalam membangun karakter anak bangsa. Di dalam
pendidikan, siswa diajarkan bagaimana bersosialisasi dengan teman. Selain itu,
juga diajarkan menggunakan bahasa yang baik dan benar, mengetahui nilai-nilai
luhur bangsa yaitu Pancasila serta mengetahui sejarah kemerdekaan Indonesia.
3. Lingkungan
Lingkungan
juga berpengaruh dalam pembangunan karakter, karena diluar sekolah dan keluarga
seseorang akan melakukan sosialisasi dengan masyarakat sekitar. Contohnya
melalui komunitas sosial.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jati
diri bangsa merupakan nilai-nilai luhur yang wajib dimiliki oleh setiap warga
negara yaitu Pancasila. Melalui jati diri, maka pihak asing mengetahui tentang cerminan
kepribadian dan ciri khas bangsa Indonesia.
Dalam
pembangunan karakter bangsa harus melibatkan berbagai pihak yaitu melalui
keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakat. Pembangunan karakter tidak akan
berhasil selama ketiga pihak tersebut tidak terjadi kesinambungan yang
harmonis.
B. Saran
Penggemar artis Korea diharapkan tidak terlalu
fanatik terhadap seseorang yang menjadi idolanya, karena banyak dampak negatif
yang dapat ditimbulkan yang telah penulis rangkum dalam tulisan ini. Hal ini
dikhawatirkan, bangsa kehilangan jati dirinya dan lupa akan nilai-nilai luhur
bangsa yaitu Pancasila.
Dalam ringkasan ilmiah ini, penulis menyadari bahwa
sangat banyak kesalahan yang dapat dijumpai dalam tulisan ini. Tidak ada
manusia yang sempurna, karena sejatinya kesempurnaan hanyalah milik Allah
semata.
DAFTAR
PUSTAKA
Alfian, Magdalia. 2013.
Potensi Kearifan Lokal Dalam Pembentukan
Jati Diri dan Karakter
Bangsa.
Jurnal Ilmu Budaya. Vol.1(7): 424-435.
Chrisiana, Wanda. 2005.
Upaya Penerapan Pendidikan Karakter Bagi Mahasiswa. Jurnal
Teknik
Industri. Vol. 7(1): 83-90.
Hardianto, Deni. 2010. Membangun Karakter Bangsa Melalui Pendidikan
Terpadu. Jurnal
Pendidikan. Vol.1(1): 1-10.
Pertiwi, Sella A. 2013.
Konformitas dan Fanatisme Pada
Remaja Korean Wave (Penelitian
pada Komunitas Super Junior Fans
Club ELF “Ever Lasting Friend”) di Samarinda.
Jurnal Psikologi.Vol. 1(2): 157-166.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar